Tekanan ekonomi dan kehadiran wanita lain membuat ayah Levi pergi dari rumah. Levi saat itu masih bayi dan belum mengerti apa-apa. Semenjak saat itu Levi bertumbuh tanpa kehadiran seorang ayah di hidupnya. Di masa kecilnya, saat Levie sudah mulai mengenal lingkungan di sekitarnya, pertanyaan seputar keberadaan ayahnya pun menjadi topik tetap yang selalu ditanyakannya kepada Marsih, ibunya. Namun Marsih selalu mengatakan kalau ayahnya sudah meninggal dan tidak akan kembali lagi.
"Mama dulu memang pernah bilang kalau papa itu dimakan buaya, tinggal di suatu pulau lain dan banyak kebohongan-kebohongan lain mengenai keberadaan papa," ujar Levie memulai kesaksiannya.
Figur seorang ayah tidak pernah ada dalam benak Levie. Keluarga baginya hanyalah kakak dan Marsih, ibunya. Sampai suatu hari, Levie harus menerima kenyataan yang begitu melukai hatinya. Saat Marsih merasa usia Levie sudah cukup untuk mengerti masalah yang pernah terjadi antara Marsih dengan ayah Levie, Marsih pun membuka kebenaran itu kepada Levie. Kemarahan menguasai hati Levie saat itu juga karena Levie merasa demi wanita lain ayahnya tega meninggalkan ibu dan dirinya terlunta-lunta selama puluhan tahun.
Apa yang ditakuti Marsih menjadi kenyataan. Levie menjadi seorang pemabuk, pemakai ganja bahkan menjadi seorang penjual VCD porno. Di mata Levie, ayahnya adalah seorang yang tidak bertanggung jawab dan kurang ajar. Rasa pahit timbul sangat dalam di hati Levie sehingga Levie pun bertekad untuk membunuh ayahnya.
Rasa sayang Levie terhadap Marsih, ibunya tidak dapat membendung rasa benci yang dirasakannya. Sampai suatu ketika Marsih menerima kabar melalui telepon kalau ayah Levie saat ini sedang dirawat di Cipto. Marsih dan kakak ipar Levie segera pergi bermaksud mengunjungi ayahnya. Levie yang mendengar berita itu dari dalam kamar, segera berniat untuk menjalankan rencananya. Terbersit dalam benak Levie, inilah saat yang tepat untuk pembalasan dendam yang telah tersimpan selama 20 tahun.
Di rumah sakit, Levie seperti melihat kembali gambaran tentang ayahnya di masa lalu sebagai seorang ayah yang tidak bertanggung jawab, yang telah meninggalkan Levie, ibu dan saudara-saudaranya demi wanita lain. Di saat yang sama, Levie teringat kepada sebuah camp pria yang diikutinya beberapa bulan yang lalu. Levie teringat bagaimana perasaannya saat ia secara pribadi merasakan kehadiran Yesus di dalam hatinya. Bagaimana Yesus sangat mengasihinya dan tidak akan pernah meninggalkanya. Di saat genting itu, detik-detik terakhir menjelang pertemuan Levie dengan ayahnya untuk pertama kalinya, Levie memutuskan untuk mengampuni ayahnya.
Akhirnya Levie pun bertemu ayahnya untuk pertama kalinya. Kasih yang begitu besar melingkupi hati Levie. Levie telah mengalami kasih yang luar biasa itu sehingga ketika Levie melihat ayahnya yang terbaring di tempat tidur, tidak ada perasaan benci sama sekali yang pernah berakar di hatinya sampai menimbulkan keinginan untuk membunuh ayahnya. Yang ada malahan perasaan kasih yang semakin besar di dalam hati Levie untuk ayahnya. Awalnya yang menurut Levie bukan waktu yang tepat untuk bertemu ayahnya, ternyata merupakan waktu yang paling tepat dalam pertemuan pertama mereka.
Sejak Levie mengampuni ayahnya, Levie merasakan kemerdekaan dalam hatinya. Saat ini Levie telah memiliki hubungan yang baik dengan ayahnya, bahkan dengan adik tirinya. Buat Levie, Tuhan Yesus adalah pribadi yang luar biasa dan IA telah menjadi ayah yang luar biasa bagi Levie.
"Saya merasakan sejuk, damai sejahtera dan sukacita. Yang tadinya bingung, kuatir, tapi saya selalu berusaha untuk tidak pernah mengeluh dan tidak menyalahkan suami saya," ujar Marsih, ibunda Levie mengenai pemulihan atas keluarganya.
"Saya yang tadinya berpikir kalau Tuhan itu jahat, Tapi semenjak saya mendengar suara itu yang mengatakan kalau Ia mengasihi saya, hati saya itu menjadi hati yang tenang, jiwa saya pun tenang. Tuhan Yesus adalah pribadi yang luar biasa dan Dia yang menguatkan saya selalu setiap hari," ujar Levie menutup kesaksiannya. (Kesaksian ini sudah ditayangkan 4 Februari 2008 dalam acara Solusi di SCTV).
Sumber Kesaksian :Levie Marimda